Jakarta, 23 Juni 2025 — Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kembali menegaskan komitmennya dalam memperkuat budaya integritas di lingkungan kerjanya melalui penyelenggaraan Leader Dialog’s bertajuk “Integritas dalam Kepemimpinan: Menggerakkan Perubahan melalui Teladan dan Tindakan”. Kegiatan ini menghadirkan narasumber nasional, Agus Rahardjo, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015–2019, serta diikuti oleh para Pemimpin Perubahan dan Agen Perubahan BPOM dari seluruh Indonesia.

Kegiatan dibuka secara resmi oleh Kepala BPOM, yang dalam arahannya menekankan bahwa integritas merupakan fondasi utama dalam pengawasan Obat dan Makanan, mengingat kompleksitas dan nilai keekonomian komoditi yang diawasi BPOM mencapai lebih dari Rp6.000 triliun, melebihi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

“Godaan di BPOM sangat berat, tapi kita mampu menunjukkan integritas yang tinggi, bahkan di atas rata-rata indeks integritas nasional,” tegas Kepala BPOM.

Kepala BPOM menggarisbawahi bahwa lembaga ini bukan sekadar "tukang stempel", melainkan otoritas yang berwenang penuh dari hulu ke hilir dalam menjamin keamanan, khasiat, dan mutu produk. Oleh karena itu, setiap Nomor Izin Edar (NIE) dan label BPOM yang tertera pada suatu produk harus merepresentasikan integritas yang nyata dan terjaga.

Dalam filosofi kelembagaannya, BPOM mengusung semangat “Menjulang, Membumi, dan Mengakar”. Menjulang ke level regional dan global melalui perjuangan pengakuan WHO Listed Authority (WLA), membumi melindungi masyarakat secara nyata, dan mengakar menjadi teladan integritas yang tertanam di hati rakyat Indonesia.

 

Agus Rahardjo: Budaya Integritas Butuh Keteladanan dan Sistem yang Adil

Dalam sesi utama, Bp. Agus Rahardjo menyampaikan refleksi kritis mengenai tantangan pemberantasan korupsi di Indonesia. Ia menyesalkan bahwa sejarah korupsi tidak diceritakan dengan baik dalam pendidikan nasional, sehingga kehilangan nilai pembelajaran yang strategis.

“Korupsi di Indonesia sudah lama ada, tapi tidak tertulis dalam sejarah kita. Tidak jadi bahan pembelajaran. Akibatnya, praktiknya terus berulang dan berkembang,” ujar Agus.

Ia menyoroti stagnasi legislasi, khususnya UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang belum direvisi sejak tahun 1999, dan hanya dilakukan perubahan sedikit tahun 2001. Agus juga mengkritisi lemahnya pengaturan terhadap korupsi di sektor swasta, serta absennya penguatan terhadap sistem pengawasan yang berbasis digital dan transparan.

Lebih lanjut, Agus menyampaikan bahwa indeks persepsi korupsi Indonesia (CPI) sempat mencapai skor 40 pada 2019, namun kembali mengalami penurunan. Ia menekankan pentingnya code of conduct yang rinci, sistem meritokrasi yang konsisten, serta pentingnya keteladanan dari atasan dan pimpinan dalam menumbuhkan budaya integritas.

“Integritas itu harus dimulai dari atas. Tidak cukup dengan pedoman dan aturan, tapi harus ada contoh nyata dari pimpinan. Sistem pun harus terus diperbarui agar adaptif dan tidak memberikan celah penyimpangan,” jelasnya.

 

Menjadi Teladan, Menggerakkan Perubahan

Dialog inspiratif ini menjadi bagian dari strategi penguatan budaya kerja BPOM melalui pengembangan Pemimpin Perubahan dan Agen Perubahan. Para peserta diajak untuk tidak hanya memahami nilai-nilai integritas, tetapi juga menjadi agen perubahan yang nyata, dimulai dari hal-hal kecil di unit kerja masing-masing.

Acara ini ditutup dengan semangat bahwa perubahan bukan hanya dimulai dari kebijakan, tetapi dari keteladanan pribadi. Teladan yang konsisten dan sistem yang berpihak pada keadilan dan transparansi diyakini akan memperkuat BPOM sebagai lembaga pengawasan yang terpercaya, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di kancah global.

"Integritas bukan sekadar jargon. Ia harus hidup dalam tindakan sehari-hari, dan menjadi identitas setiap insan BPOM," tutup Kepala BPOM.